Senin, 28 Januari 2013

PENYESALAN ITU ADALAH TAUBAT


Dan orang – orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar – benarnya” (Al – Furqon: 71)
Dan bertaubatlah kamu semua orang – orang yang beriman, supaya kamu memperoleh kemenangan ( An – Nur: 31). Rasulullah SAW bersabda: “Hai manusia, bertaubatlah dan mintta ampunan kepada Allah. Sesungguhnya saya (melakukan) taubat seratus kali setiap hari (HR. Muslim)
Baik dalam Al-Qur’an maupun Hadist banyak dijumpai keterangan – keterangan yang memerintahkan kepada manusia supaya melaksanakan taubat itu. Kerap kali digunakan kata – kata tuubuu (bertaubatlah kalian). Dalam ilmu nahwu, kata tuubuu itu dinamakan fi’il ‘amar yang mengandung unsur perintah.
Allah SWT memerintahkan kepada  orang-orang beriman supaya melakukan taunat, dengan tujuan untuk membimbing manusia untuk mencapai kebahagiaan, baik dalam hidup di dunia ini, lebih-lebih lagi di akhirat dan kembali kepadaNya dengan memperbaharui niat/tajdiidunniyat (untuk melakukan) amal kebaikan.
Hujjatul Islam Imam Al-Ghozali mengatakan bahwa hakekat taubat itu adalah meninggalkan dosa dengan niat tidak akan kembali lagi berbuat dosa dengan niat tidak kembali berbuat dosa seperti yang telah dikerjakannya itu. Lebih jauh Imam Al-Ghozali menjelaskan bahwa, taubat itu mengandung 3 unsur, 1) Ilmu, 2) Keadaan, dan 3) Perbuatan.
Pertama, taubat itu harus dilakukan berdasar kesadaran dan ilmu. Artinya diketahui dengan sadar bahwa perbuatan yang sudah dilakukan itu adalah perbuatan yang berdosa dan salah. Kedua, setelah hal itu diketahui, hendaklah timbul suatu keadaan (jeritan) didalam hati yaitu perasaan penyesalan yang tiada terhingga. Ketiga, dari kedua unsur tadi lahirlah niat yang kuat dan sungguh – sungguh bahwa tidak akan melakukan dosa itu kembali pada hari – hari yang akan datang. Adapun yang terpenting  dari sikap taubat tersebut adalah menyesali diri atas perbuatan dosa yang telah dilakukan. Maka dalam hubungan ini Rasulullah SAW pernah menyatakan bahwa “Penyesalan itu adalah taubat”.
Para ulama memerinci bahwa syarat taubat itu ada tiga perkara, yaitu: 1) mencabut perbuatan, (akar) maksiat yang sudah dilakukan; 2) menyesali perbuatan yang telah dilakukan; 3) menguatkan niat yang teguh (‘azam) bahwa tidak akan kembali lagi melakukan perbuatan dosa itu. Syarat ini adalah mengenai kesalahan dan kejahatan yang berhubungan dengan Tuhan saja.
Adapun jika amal perbuatan itu ada hubungannya dengan sesama manusia, maka selain tiga syarat tersebut diwajibkan pula untuk memenuhi syarat yang keempat, yaitu tindak penyesalan terhadap pihak yang bersangkutan
Imam Ghozali membagi taubat kepada tiga macam, yaitu: 1) Taubat orang yang biasa (awam), yaitu taubat yang dilakukan terhadap dosa – dosa  yang lahir dan nyata, semisal dosa karena berzina, membunuh, mencuri, dan lain – lain; 2) Taubat yang khusus, yaitu taubat seseorang terhadap dosa – dosa yang bersifat batin, semisal dosa karena dengki, riya’, hasud, takabur, ujub, dan lain – lain; 3) Taubat yang lebih khusus, yaitu taubat dari dosa karena lalai mengingat Allah SWT. Rangka taubat yang demikianlah yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW dalam hadist yang mengatakan bahwa beliau sendiri bertaubat kepada Allah SWT seratus kali setiap hari.
Macam – macam derajat taubat
Imam Ghozali selanjutnya menjelaskan bahwa derajat taubat itu dibagi menjadi empat tingkat, yaitu: 1) Taubat yang teguh (istiqomah), inilah yang insyaallah disebut sengan taubat nasuha itu. Tidak kembali lagi melakukan perbuatan dosa, tidak bisa dibujuk, digoyang, didaya, dan lain – lain, sifatnya konstan dan muthmainnah; 2) Taubat yang menengah. Dia teguh bertahan, tidak kembali melakukan dosa – dosa yang besar, tetapi secara tidak sadar kadang – kadang masih melakukan dosa – dosa yang kecil; 3) Taubat yang bersifat sementara (temporary), yaitu tetap bertahan tidak melakukan perbuatan dosa sampai kepada satu jangka waktu tertentu. Hanya bisa bertahan sementara waktu, kemudian dia kembali melakukan perbuatan dosa itu; 4) Taubat yang lemah. Hanya berlaku untuk satu masa waktu yang amat pendek kemudian ia menjalankan perbuatan dosa itu kembali dengan sadar. Ini tidak ada bedanya dengan makan sambal, padahal ia sudah mengatakan pedas, tetapi harus berulang – ulang memakannya lagi.
Lebih lanjut lagi di dalam Ihya’Ulumuddin, Imam Ghozali membawakan pesan: “Jika seorang telah menyadari bahwa dirinya bermaksiat, maka bergegaslah untuk melakukan pertaubatan. Jika hal ini tidak segera dilakukan, maka perbuatan maksiat tersebut akan menggerogoti iman yang tersisa dalam dirinya. Bahkan kalau dosa – dosa itu tidak segera dijauhinya, maka tinggal menunggu waktu saat – saat lenyapnya iman dari hatinya”. Allah berfirman  dalam Al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 8: ”Hai orang – orang yang beriman, hendaklah benar – benar kamu bertaubat kepada Allah agar segala dosamu dapat diampuni dan kamu dimasukkan kedalam surga dibawahnya mengalir sungai – sungai”.
Wallahua’lambissowab.

Tidak ada komentar: